Saturday, December 11, 2010

Posting Muslim Marriage : Mandiri setelah Menikah

Posting ini sebelumnya merupakan satu dari sekian banyak pembahasan penting di account facebook saya. Masih mencari dan terus bertanya dari berbagai sumber. Semoga ini sedikit memberikan pencerahan bagi kamu yang akan menikah dan telah menikah. 


Shared from istri solehah : "Menikahlah.. Maka engkau akan tahu betapa indahnya sebuah hubungan yang berlandaskan sebuah ikatan yang syah.. Tiada lagi hijab diantaramu.. yang ada adalah kesetiaan dan kemandirian.. Engkau akan terlepas dari ayah dan ibumu dan melewati sisa hidupmu bersama dia yg telah kau pilih.. melewati segala problematika kehidupan bersama. dlam suka maupun duka.."


Diskusi ringan antara saya (A) dan sahabat saya Sri Fitrianing Pratiwi (B)


A : ‎"Engkau akan terlepas dari ayah dan ibumu dan melewati sisa hidupmu bersama dia yg telah kau pilih.. melewati segala problematika kehidupan bersama. dlam suka maupun duka..". Ada yang bisa bantu saya, menerjemahkan maksud dari kalimat di atas teman-teman ku? :)

B : Di dalam Islam, seorang wanita adalah tanggung jawab orang tua nya, seorang ibu adalah tanggung jawab anak lelakinya, seorang saudara perempuan adalah tanggung jawab saudara lelakinya. Namun, ketika sudah menikah, seorang wanita adalah tanggung jawab suaminya. Ia telah terlepas dari tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka, senang dan susahnya adalah tergantung oleh suaminya, dan seorang wanita yang telah menikah harus taat pada suaminya (selama berada dalam ketentuan Allah,jika perintah suami melanggar ketentuan Allah, seorang istri tidak wajib patuh). Ketika wanita menguunakan uang suaminya ia harus meminta izin, ketika ia hendak bepergian hendaklah meminta izin suaminya terlebih dahulu....dsb...


Oleh karena nya, hendaklah memilih pasangan yang mempunyai pemahaman agama baik dan dapat menjadi imam dalam sholat dan dalam kehidupan. InsyaAllah seorang yang baik pemahaman agama dan baik ibadahnya, ketika ia sedang tidak menyukai istrinya ia tidak akan menyakitinya, dan ketika ia sedang sangat menyukai istrinya maka ia akan memperlakukannya seperti layaknya ratu. Suami adalah seorang nakhoda, keluarganya adalah kapalnya, ketika nakhoda tak pandai mengendalikan kapalnya, maka alamat akan karamlah kapal itu...
"Selamat berlayar, bagi yang sudah berada diatas kapal, bagi yang belum, pilihlah nakhoda yang handal dan terpercaya, insyaAllah, kapal akan selamat sampai tujuan"


A : nice sri... pertanyaan ku selanjutnya.. jika pasangan yang telah menikah, namun tetap menyusahkan kedua orang tuanya, apakah benar (aku pernah baca) si suami akan menanggung dosa...? Karena yang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarga (nafkah) sesungguhnya adalah suami...bukan orang tua lagi?

B : Pada dasarnya yang menafkahi kehidupan setelah berumahtangga itu suami.Oleh karenanya dalam pembagian sistem warisan di dalam Islam lelaki mendapat porsi lebih besar, karena nantinya ia yang akan menanggung hidup wanita (subhanallah,,,memang segala ketentuan Allah itu ada hikmahnya). Namun pada prakteknya saat ini kenapa istri akhirnya juga ikut bekerja? Bersusahpayah sampai bersikut-sikutan dengan kaum pria demi mencari nafkah?

Zaman memang sudah berubah,,dunia saat ini tidak seluarbiasa di zaman Rasulullah, mungkin,,,saat ini kepedulian terhadap wanita sudah semakin berkurang. Sehingga meskipun sang wanita mempunyai saudara lelaki ataupun bahkan suami, namun tanggung jawab mereka terhadap wanita semakin menipis. Namun saya tidak berpandangan miring terhadap wanita yg bekerja. Saya juga bekerja. Alasannya, pertama untuk mengaplikasikan ilmu (meski sebenarnya tidak dengan harus bekerja), mengaktualisasikan diri (hampir sama dg yg pertama), yang paling utama sebenarnya adalah ingin menjadi wanita yang mandiri dari segi ekonomi. Dalam diri wanita saat ini, ada kekhawatiran akan kehidupan masa depannya jika harus bergantung saja secara ekonomi dengan pria, meskipun misalnya ia sudah bersuami atau punya saudara pria. Zaman sekarang, wanita harus berjuang sendiri jika ingin hidup berkecukupan, ia tidak bisa lagi bergantung secara total pada saudara lelakinya atau suaminya, atau anak lelakinya meskipun sebenarnnya di dalam Islam wanita adalah tanggung jawab mereka. Sebenarnya hal ini sangat menyedihkan jika kita mau merenungkan...
Artinya, kesadaran kita terhdap tanggung jawab kita dan pemahaman kita terhadap agama Islam semakin minim...


Di lain sisi, perang pemikiran semisal penyetarann gender, feminisme dsb...sedikit banyak mempengaruhi pemikiran kaum wanita, wa bil khusus muslimah....Andaikan zaman di saat seperti ketika Rasulullah masih hidup...dimana muslimah tidak perlu merisaukan kehidupannya,apa yang akan dia makan besok, bagaiman nasi anak-anaknya...ah...tapi masa itu tidak akan mungkin kembali...:(


B : itu penjelasan pengantarnya uli...
Menyusahkan disini maksudnya seperti apa?
Apakah maksudnya masih bergantung secara ekonomi?
Pada dasarnya kalau orang tua kita ridho dalam membantu, tidak menjadi masalah...(itu mungkin bentuk kasih sayang mer
eka, meskipun sebenarnya bukan tanggung jawab mereka lagi). Namun kalau kita sampai memaksa org tua yang berakibat org tua kesulitan dan sampai terlibat utang gara-gara kita atau sampai kehidupan mereka terlantar kita dan mereka tidak ridho terhadap kondisi itu. Sri kira kita memang berdosa.
tapi siapa yang berdosa? Apakah suami saja? Karena dia kepala rumahtangga?
Ini perlu kita cermati lagi.
Ingat setiap diri menanggung dosanya masing-masing. Dosa orang lain bukan kita yang menanggung dan sebaliknya. pertanggung jawabanpun masing-masing di akhirat. Menurut sri prinsipnya gini, jika sang suami dengan sengaja dan sadar melalaikan atau bahkan tidak sama sekali menjalankan tanggung jawabnya sbg suami dan kepala rumahtangga, sehingga berakibat istri dan anaknya terlantar, atau bahkan sampai menyulitkan kehidupan org tuanya, tentu saja dia berdosa, karena tidak bertanggung jawab. Apakah istri terlepas dari dosa, karena suami telah menanggung dosa? Belum tentu, jika istri ikut terlibat disana, misalnya ikut mempengaruhi suami untuk menyulitkan kehidupan org tua atau istri tidak pandai mengatur keuangan, dengan kebiasaannya berfoya-foya sehingga memaksa suami mencari penghasilan di jalan yang salah dan menghasilkan uang haram, maka sang istri seperti ini juga bersalah.
Lain halnya jika suami telah berusaha maksimal, namun belum juga mampu memenuhi kebutuhan keluarga sehingga mengakibatkan ia terpaksa harus bergantung secara ekonomi dengan orgtua, namun org tua nya pun ridho dan sang suami tetap bertekad untuk berusaha tidak bergantung lagi dg org tua, sri kira ini tidak masalah. Justru ini ladang pahala bagi org tua ^^
pssst...Sri kasi tau ya...sebenarnya uang penghasilan istri itu bukan hak suami dan suami tidak berhak mengambil uang penghasilan istrinya. Namun jika sang istri mau memberikan uang penghasilannya untuk membantu suami menafkahi keluarga, itu adalah "sedekah" istri pada suami..dan itu pahala....^^
Bukankah yang paling pertama berhak mendapat sedekah kita adalah saudara/orang terdekat? ^^
subhanallah...Maha Suci Allah..


A : trimakasi ya sayang.. seketika aku cuma bisa nundukin kepala.. niat ku semakin bulat sri.. semakin ingin mandiri.. tidak menyusahkan kedua orang tua ku lagi.. dan sekiranya aku pun juga bekerja, apa yang ku cari adalah infak ku untuk keluarga ku..itu pun insyaallah seizin suami ku kelak.. dan, perkerjaan ku juga insyaallah semakin mendekatkan ku pada kebaikan dan Rabb ku..

B : ya uli...
Kalau dunia saat ini sesempurna yang kita inginkan, tentu saja wanita manapun (yang normal) inginnya di rumah saja bersama buah hatinya, mendidiknya, mengamati setiap detik tingkah polah lucu sang belahan jiwa, mengamati perkembangan pesat si kecil, melayani suami , menyiapkan makanan buat keluarga, merawat diri dan kecantikan untuk suami, menjadikan rumahnya layaknya syurga...tidak perlu merasakn teriknya panas...peluh keringat, debu yang menyesakkan, bersikutan dengan kaum adam demi mencari sesuap nasi..bahkan kaum wanita dalam bekerja..sering mendapat perlakuan melecehkan...sedih rasanya...
namun dunia saat ini kiranya tidak memungkinkan untuk wanita bermimpi seperti itu ...Tapi Allah pun tau permasalahan kita, Ia tidak melarang wanita untuk mencari ilmu, beribadah di mesjid, atau pun bekerja...
Namun hendaknya adab-adabnya tetap dijaga, pilihlah pekerjaan yang tetap menjaga izzah (harga diri) wanita, tidak berbahaya dan mengancam keselamatan wanita, tidak membunuh sisi-sisi feminitas wanita, tidak membuat sang wanita lalai dalam kewajiban utamanya pada Allah dan keluarga...
Semoga pekerjaan kita...menjadi ladang pahala bagi kita...^^bismillah...


A : iya sri... aku juga pernah baca dari beberapa buah buku mengenai rezeki dari istri / uang nafkah dari istri itu bernilai sedekah atau infak.. 

Intinya.. aku punya pandangan bahwa ketika aku nikah nanti, maka tanggung jawab atas ku adalah sua
mi ku.. termasuk dari sisi ekonomi, dan aku ingin.. aku bisa hidup tanpa bergantung/menyusahkan siapapun kecuali suka duka antara aku dan suami ku.. semoga apa yang ada di benakku tidak pada jalan atau pemikiran yang salah.. insyallah .. aku selalu ingin bertukar pikiran dengan mu sayang.. semoga pahala yang berlipat ganda tercurah untuk mu dan keluarga mu ya... amin


B : Iya...sama2 uli...semoga Allah menggenapkan impian kita ya...^^
"Bermimpilah, berikhtiar lalu sempurnakanlah dengan doa dan tawakkal...insyaAllah, Allah akan menggenapkan mimpi2mu..."

A : Amin...
insyaallah :)

Pertanyaan yang sama, Saya (A) tujukan kepada salah satu Guru saya Bpk. Egi Bismo Subiakto by message : 
A : Ayah.. bersediakah ayah menjelaskan post di atas menjadi lebih gamblang, dengan point kemandirian, dan apakah yang sebenarnya yang dimaksud dgn "terlepas dari ayah dan ibu mu" setelah menikah itu ? Terimakasih ayah.. mohon bimbingannya..

B : Aslm, 
Ulie, maaf baru jawab ya..

Jika melihat tulisan tsb, terutama ttg point kemandirian, dapat di artikan, bhw seorang wanita jika sudah menikah,maka dpt di ibaratkan sudah pindah kapal. Artinya, sudah tidak di kapal kedua orangtua nya, sudah punya kapal sendiri dg nahkoda nya Suami yg sekaligus menjadi Imam nya. Pengabdian istri sudah kepada Suami (selain Allah). bersama suami menata kapal tsb. Orangtua tidak ikut campur di dalam kapal tsb. Namun hubungan antara anak dg orangtua tetap ada, dan hrs dijaga. Demikian singkatnya ya Ulie, mohon maaf jika jawabannya kurang memuaskan.
Insyaallah nanti jika tulisan mengenai hal tsb sdh siap, maka saya akan kirim alamat blog nya ya.

Waslm,
Egi

*be continued

Share/Bookmark